Sabtu, 11 Maret 2017

Sang Inspitator, Karya Wiji Thukul Tidak Akan Hilang








Hidup ditengah pejabat yang mengaku sebagai wakil rakyat, dan banyaknya partai yang katanya juga memperjuangkan nasib rakyat sangatlah tidak mudah,sebab pejabat serta partai-partai tersebut tidak mampu mengubah nasib rakyat, karena harga “Rakyat” di negri ini sangatlah mahal jika diperdagangkan untuk kekuasaan. Pada tahun 1998, merupakan era reformasi dimana banyak sekali kejadian yang melibatkan beberapa tokoh didalamnya, tokoh-tokoh tersebut berjuang melawan pemerintah yang tidak pro dengan rakyat, mereka melakukan perlawanan dengan cara apapun, meski banyak dari mereka yang harus mengalami sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya dipenjarakan, diculik bahkan dibunuh.
Seperti halnya Wiji Thukul, seorang seniman yang memperjuangkan gagasannya ini sangat memberikan inspirasi. Lewat karyanya yang berupa puisi, dapat menyalurkan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Oleh karena itu Wiji Thukul sering disebut penyair kerakyatan. Julukan tersebut di berikan oleh rakyat pada masa itu, namun ia tidak mempedulikan dan meluruskan bahwa ia tidak membela rakyat  tetapi membela dirinya sendiri. Semua karya Wiji Thukul menceritakan tentang keadaan lingkungannya, tema yang diangkat tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Banyak sekali puisi yang mengarah berupa sindiran keras terhadap pemerintah, hal tersebut merupakan wujud pemberontakan Wiji, sehingga cukup menjelaskan bahwa Wiji Thukul tidak membela siapapun, Cuma secara kebetulan dengan membela dirinya sendiri ternyata juga menyuarakan hak-hak orang lain.
Pada saat itu Wiji Thukul  menghindar dari  kejaran jendral-jendral di Jakarta yang marah menuding puisi Wiji Thukul ini menghasut para aktivis untuk melawan pemerintah orde baru. Sejak remaja Wiji Thukul banyak menciptakan sebuah karya sastra .Karya-karya ciptaannya  terkesan berbeda, karena dalam penulisannya tidak membicarakan keindahan justru banyak ucapan-ucapan protes akan kenyataan hidup rakyat yang sulit dijalani, hal ini tampak berbeda dari kebanyakan seniman dimasanya yang karyanya tidak mengarah  pada politik. Wiji Thukul melibatkan diri dalam aktivitas politik pergerakan dan menentang keras rezim pemerintah politik yang telah menciptakan keterpurukan rakyat. tetapi setelah rezim Soeharto tumbang, Wiji tak pulang juga. banyak yang menduga bahwa wiji thukul menjadi korban penculikan dan pembunuhan.
Hingga kini wiji thukul telah menjadi salah satu legenda dalam sejarah politik pergerakan di Indonesia. Seperti yang terdapat pada salah satu larik puisinya yang berjudul peringatan yang berbunyi “hanya ada satu kata: Lawan!” menurut saya larik tersebut menjadi penyemangat bagi kaum aktivis pergerakan rakyat. Meskipun Wiji Thukul telah hilang tanpa kabar namun ide dan cita-citanya masih terus hidup melalui karyanya yang  banyak diminati masyarakat. Bahkan sketsa gambar wajahnyapun menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan para penguasa yang menyengsarakan rakyat.
Hilangnya wji thukul bisa dijelaskan melalui teori spiral kekerasan, dimana kekerasan akan terus melahirkan kekerasan lainnya  seperti yang telah dicetuskan oleh tokoh kemanusiaan Dom Helder Camara dalam bukunya berjudul Resist Book pada tahun 2005, ia menerangkan bahwa pada perabadan manusia selama ini  persoalan terbesar yang selalu memicu konflik adalah ketidakadilan dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Apa yang telah dilakukan oleh Wiji Thukul pada akhirnya telah menginspirasi banyak orang untuk mulai berani mengkritik pemimpin, sebab lewat puisi-puisinya, Wiji Thukul mencoba memperlihatkan bahwa perubahan kearah yang lebih baik harus selalu diperjuangkan walau terkadang ada sesuatu yang harus dikorbankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar